Oleh Puguh Prianggoro, S.Pd.
Teka-teki Orang Hilang merupakan sebuah buku yang yang dicetak oleh PT Gramedia pada tahun 2013. Buku ini memuat kisah tentang Wiji Thukul dan buku Wiji Thukul adalah jilid perdana dari seri “Prahara-prahara Orde Baru”. Yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo Mei 2013. Serial ini menelisik, menyingkap, merekontruksi, dan mengingat kembali berbagai peristiwa gelap kemanusiaan pada masa Orde Baru yang nyaris terlupakan.
Buku ini menceritakan tentang kisah hidup seorang yang bernama Wiji Thukul, di mana Wiji Thukul ini saat masih kecil adalah seorang anak dengan perawakan yang kecil, kurus, rambutnya lusuh, pakaiannya kumal dan memiliki kekurangan dalam berbicara yaitu cadel yang tidak dapat mengucapkan huruf “R” dengan sempurna. Wiji Thukul adalah seorang sastrawan Indonesia yang sangat akrab kita temui karya-karyanya dalam penggalan-penggalan buku, film, pementasan-pementasan puisi ataupun coretan di tembok. Puisi Wiji Thukul ini memiliki tipikal yang menggugah semangat juang dan menyuarakan protes tentang ketidakadilan pemerintahan pada masa itu, salah satu puisi Wiji Tukul yang sangat terkenal dan mengakar pada kaum perjuangan semasa itu yang berjudul “Peringatan” dengan salah satu baris yang berbunyi “maka hanya ada satu kata: Lawan”. Wiji Thukul walaupun dia seorang yang memiliki kekurangan dengan berbicara cadel namun saat dia mulai berpuisi di hadapan kaum buruh, petani dan mahasiswa dia akan dicap sebagai orang yang sangat berbahaya. Aparat pada masa itu sangat mengecam tindakan Wiji Thukul saat mulai berpuisi karena mereka merasa terganggu, Wiji Thukul dan puisi-puisinya dicap sebagai agitator, penghasut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Thukul semasa muda seperti kegiatannya mendidik anak-anak kampung, membuat selebaran, poster, dan buletin propaganda yang dia buat dan disebarluaskan di kalangan buruh, petani, dan mahasiswa disebut-sebut sebagai tindakan yang menggerakkan kebencian terhadap Orde Baru. Maka dari itu yang membuat cerita kehidupan Wiji Thukul menjadi kisah yang berliku hingga akhirnya dia menjadi salah seorang yang telah dibungkam dan dilenyapkan agar tidak mengganggu masa kepemimpinan Orde Baru.
Buku Teka-Teki Orang Hilang ini menceritakan kisah hidup Wiji Thukul semasa kecil hingga dewasa dan dihilangkan oleh pemerintahan Orde Baru. Wiji Thukul merupakan seorang pria yang dituduh sebagai dalang dari kerusuhan 27 Juli 1996 saat itu. Dari kehidupan yang dijalani oleh Wiji Thukul dia harus berpindah-pindah tempat tinggal dan selalu menyamarkan penampilannya dengan baju yang berukuran besar dan menutupi wajahnya dengan topi besar supaya terhindar dari kejaran aparat-aparat kepolisian yang mencarinya. Dalam pelariannya Thukul dibantu oleh teman-temannya sesama aktivis dan pegiat seni kala itu. Thukul beberapa kali harus menginap dari satu rumah ke rumah lainnya dengan diam-diam dan tanpa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar demi menghindari kecurigaan persembunyiannya akan diketahui oleh polisi atau intel yang menyamar. Hidup dalam pelarian yang tidak mudah itu tidak membuat Thukul menyerah dengan apa yang dia perjuangkan melalui perusahaan percetakan yang dia kenal, Thukul masih sering mengirimkan karyanya puisi-puisi yang berisikan tentang keritik terhadap pemerintahan kala itu. Thukul juga sempat berpindah-pindah tempat tinggal dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan demi menghindari kejaran polisi. Di Kalimantan Thukul pernah beberapa kali mengubah namanya menjadi Paulus demi menghindari kecurigaan warga sekitar karena sosok Wiji Thukul telah masuk di koran-koran dan surat kabar bahwa dia adalah orang yang paling dicari oleh polisi. Sebelum pelariannya, Wiji Thukul pernah tertangkap sekali saat memimpin aksi buruh dan mendapat penganiayaan yang brutal dari petugas, di mana kepala Thukul pernah dipukul dengan popor senapan dan kepalanya dibenturkan ke mobil sehingga membuat sebelah matanya sakit dan nyaris buta.
Mei 1998 merupakan puncak dari kerusuhan pada masa Orde Baru itu, beberapa aktivis dan rekan-rekan Wiji Thukul banyak yang tertangkap dan mengalami penyiksaan yang teramat kejam, beberapa mendapat penyiksaan setelah itu kembali dibebaskan namun kehidupan mereka terus dipantau oleh intel yang membuat hidup mereka tidak tenang, ada yang setelah ditangkap disiksa dengan begitu kejamnya dan bahkan dibunuh. Nasib Wiji Thukul sejak tahun 1998 sudah tidak diketaui oleh siapapun, Wiji Thukul telah dinyatakan menghilang tanpa jejak. Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui bagaimana nasib dari Wiji Thukul apakah dia masih hidup ataukah sudah mati.
Wiji Thukul meninggalkan seorang istri yang bernama Sipon dan dua orang anak. Sekarang Sipon sudah menjalani kehidupan seperti biasa namun tanpa kehadiran Wiji Thukul, anak yang pertama bernama Wani yang kini telah berkeluarga dan dulu pernah menuliskan puisi yang ditujukan kepada bapaknya. Anak yang kedua bernama Fajar yang kini telah dewasa dan menjadi seorang musisi.
Buku ini menurut saya sangat patut dibaca. Karena seperti yang kita tahu kita harus terus mengingat sejarah yang telah dialami oleh negara kita, sejarah kelam di mana kejahatan kemanusiaan pernah terjadi pada masa Orde Baru. Buku ini juga menjadi pengingat kita tentang kejadian masa lalu dan memberikan pengetahuan yang belum kita ketahui. (*/ykib).
Judul Buku : Wiji Thukul Teka-Teki Orang Hilang
Penulis : Seri Buku Tempo
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
ISBN : 978-979-91-0921-7
Tahun : 2013
Jumlah Halaman : 160 Halaman
*Penulis resensi buku adalah guru Kampung Ilmu Kalitidu