*Oleh Ika Rosita Ristiana, S.Pd.
Kisah berawal di Desa Kaliwenang, Kecamatan Tanjungharjo, Kabupaten Grobogan yang merupakan tanah kelahiran Ayna Mardeya. Ayna tinggal bersama ibunya yang bernama Istiqomah saat SD dan SMP. Setelah ibunya meninggal Ayna dimasukkan ke pesantren Kanzul Ulum oleh pakdenya. Di pesantren Ayna menjadi khadimah. Setiap pagi ia dan khadimah lainnya bangun sebelum subuh untuk menyiapkan sarapan untuk para santri lainnya. Ayna sangat senang dengan tugas menjadi khadimah karena selain belajar ia juga bisa membantu orang lain.
Ada salah satu teman Ayna yang tidak suka padanya, ia bernama Neneng. Setiap hari ia selalu mengatakan bahwa Ayna adalah seorang anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah. Mendengar hal tersebut Ayna bisa saja menanggapinya, karena ibunya pernah cerita siapa dia dan siapa ayahnya. Hingga akhirnya pengumuman hasil nilai UN sudah keluar dan Ayna mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya dan menjadi salah satu siswa yang mendapatkan nilai tertinggi se-Jawa.
Mendengar hal itu Neneng sangat tidak terima dan akhirnya menyebarkan gosip bahwa Ayna adalah anak haram. Ketika Ayna mendengar itu dia sudah tidak bisa menahannya lagi, ia menemui Neneng yang sedang menyebar gosip itu hingga terjadilah perkelahian hebat yang menyebabkan Neneng terjatuh dan harus dilarikan ke rumah sakit. Ayna melaporkan hal tersebut kepada Bu Nyai, dan Bu Nyai pun meminta Ayna menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana sebenarnya asal-usul Ayna. Ayna bercerita bahwa ibunya pernah menjadi tenaga kerja wanita di Arab Saudi. Ibunya tinggal di rumah yang hanya ditinggali oleh sepasang pengantin baru dan baru memiliki satu anak perempuan.
Setelah beberapa lama istri dari majikan ibunya mengalami sakit yang sangat parah dan merasa sudah tidak bisa lagi melakukan kewajibannya sebagai ibu dan istri. Saat itu juga istri dari majikan ibu Ayna meminta agar menikah dengan suaminya dan mengurus anak perempuan mereka yang bernama Aameera yang masih kecil. Maka menikahlah ibunya Ayna dengan suami majikannya itu. Selang tiga bulan istri dari majikan itu meninggal dunia dan sang suami sangat sedih dengan kepergian istri pertamanya, dan pada saat itu ibu Ayna hamil tiga bulan. Pada saat itu ibu Ayna bertekad pulang ke kampung halaman dan meninggalkan suami dan Aameera tetap di Arab Saudi.
Begitulah yang diceritakan Ayna kepada Bu Nyai. Ayna juga menunjukkan foto pernikahan ibu dan ayahnya di Arab. Akhirnya semua orang percaya bahwa bukan Ayna yang bersalah. Setelah tamat SMA ia menetap di pesantren, karena ia merasa pesantren adalah rumah kedua bagi Ayna. Suatu hari adik dari Bu Nyai ingin melamar Ayna menjadi istrinya, ia duda memiliki dua orang anak. Ayna berpikir dan menyetujui lamaran tersebut tetapi ia masih memiliki paman dan bibi. Ayna ingat akan perkataan almarhum ibunya bahwa harus menghormati paman dan bibinya, karena ibunya sudah meninggal maka Bu Nyai meminta untuk berdiskusi dengan paman dan bibinya untuk meminta izin.
Ayna akhirnya pulang ke kampungnya, ia pun menjelaskan apa maksud kedatangannya. Tetapi paman dan bibi tidak menyetujuinya, mereka berkata bahwa sudah mempunyai calon lain yang bukan duda. Ayna merasa hancur ia ingin melarikan diri dengan Pak Kiai adik dari Bu Nyai tersebut, tetapi Ayna teringat ibunya dan akhirnya ia menerima dengan ikhlas. Di samping itu ternyata Afif anak dari Bu Nyai sangat menyukai Ayna dan ingin melamarnya tetapi terlambat karena undangan pernikahan Ayna dengan lelaki yang dipilihkan paman sudah disebar dan hati Afif sangat sedih. Sampai beberapa tahun setelah menikah, Ayna punya celah untuk keluar dari pernikahannya karena suaminya dipenjara karena korupsi dan dia pun diceraikan suaminya.
Ayna pergi entah kemana tanpa arah dan tujuan yang jelas. Enam tahun berpisah dengan suaminya, Ayna bertemu kembali dengan Afif suami yang ia idamkan. Afif pun masih sangat mencintai Ayna. Akhirnya mereka berdua menikah dan hidup bahagia di Jordan sambil kuliah dan Ayna telah menemukan keluarganya yang ada di Arab yaitu Aameera.
Kelebihan buku:
Kita bisa memahami tentang bagaimana Allah mengatur jodoh kita.
Latar cerita kehidupan pesantren memberikan kita gambaran bahwa pesantren bukan tempat yang kumuh dan tertinggal.
Kekurangan buku:
Ada kekurangan kecil di buku seperti salah ketik.
Adanya sub bab yang diberi judul bagian satu, bagian dua dan seterusnya menurut saya kurang menarik
Identitas buku:
Judul buku : Bidadari Bermata Bening
Penulis : Habiburrahman El Sirazy
Penerbit : Republika
Jumlah halaman : 336
*Penulis resensi buku adalah guru Kampung Ilmu Kalitidu