Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja

*Oleh Rita Anggraeni, S.S.,M.A.

Buku berjudul “Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja” merupakan buku karya Alvi Syahrin. Buku ini merupakan buku ketiga dari seri “Jika Kita Tak Pernah”. Seri pertama berjudul “Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta”. Seri kedua berjudul “Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa”. Buku ini menggambarkan sebuah realita kehidupan yang dialami oleh sebagian banyak orang. Buku ini terdiri dari 4 bagian besar, yaitu bagian pertama tentang patah hati, pengkhianatan, kehilangan, bagian kedua, tentang letting go (melepaskan), bagian ketiga tentang kebahagiaan yang telah lama hilang, bagian keempat adalah self-love atau mencintai diri sendiri.

Buku ini diawali dengan sebuah kutipan, beberapa hal dalam hidup… memang butuh diperjuangkan sendiri. Seperti balita yang sedang belajar berjalan. Seperti seorang ibu yang sedang melahirkan. Dan, seperti kamu… yang sedang belajar mencintai diri sendiri. Buku ini mengajarkan bahwa ada bagian hidup yang harus diperjuangkan sendiri. Buku ini mengajak pembaca untuk merenungkan kehidupan yang mereka alami mulai dari kisah percintaan, pertemanan, keluarga, bahkan cita-cita yang mungkin sering membuat banyak orang overthinking. Pada bab pertama buku ini masih berfokus pada kisah percintaan yang berujung patah hati dan merasa dikecewakan. Ada banyak pembelajaran tentang bagaimana cara menghadapi rasa sakit dan sedih akibat kehilangan pasangan atau sahabat, dan akhirnya bisa berdamai dengan rasa sakit itu sendiri.

Ketika seseorang tidak bisa menerima diri sendiri, pada akhirnya malah menyalahkan diri sendiri. Buku “Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja” mengajak kita mengenal arti dari sebuah kekecewaan hingga kebahagiaan. Buku ini juga membahas tentang bagaimana seharusnya kita mencintai diri sendiri sebelum mencintai hal yang lain karena hidup tidak selalu tentang kesenangan belaka. Sebenarnya tak apa jika kita tidak bisa memenuhi harapan orang lain, tak apa jika sedang tidak baik-baik saja, tak apa jika kita merasakan sedih. Semua itu tidak menjadikan kita manusia yang sia-sia. Kita harus dapat menerima keadaan apapun yang sedang kita alami dan jalani.

Bab kedua buku ini berisi tentang letting go atau cara untuk mengikhlaskan diri dari hal-hal yang mengecewakan dalam hidup karena kita perlu sadari bahwa terkadang hal-hal buruk yang kita alami dalam kehidupan itu justru akan menjadi pembelajaran yang sangat berarti. Kita yakin bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini selalu berpasangan. Kebahagiaan akan selalu berdampingan dengan kesedihan. Kesulitan akan selalu berdampingan dengan kemudahan, dan sebagainya. Tidak ada kebahagiaan sejati yang tidak disertai dengan kesedihan. Hidup ini tidak ada yang abadi. Semua yang ada di dunia pasti akan pergi. Oleh karena itu, kita harus membiasakan diri dengan belajar melepaskan dan mengikhlaskan. Kita tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Akan tetapi, terkadang kita juga perlu merasakan kehilangan untuk bisa menghargai akan kehadiran seseorang.

Bab ketiga berisi tentang standar kebahagiaan. Terkadang kita membuat standar kebahagiaan diri kita sendiri dengan melihat standar kehidupan orang lain. Padahal sesungguhnya arti kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Bisa saja hal-hal yang membahagiaan untuk orang lain itu hanyalah hal biasa untuk diri kita, atau sebaliknya. Jangan pernah kita menjadikan kebahagiaan orang lain sebagai standar kebahagiaan diri kita.

Bab terakhir pada buku ini tentang self love. Pada bagian ini, penulis memaparkan bahwa tidak baik-baik saja itu adalah hal yang wajar. Ketika kita mengalami rasa sedih, kecewa, dan hal yang buruk lainnya adalah sesuatu yang wajar. Percayalah bahwa rasa tersebut adalah bagian dari kisah kehidupan yang dialami oleh semua orang. Jangan pernah memaksakan diri untuk selalu berada di balik topeng kebahagiaan yang semu. Kita harus bisa mencintai diri kita sendiri apapun kekurangan yang ada pada diri kita. Semua hal yang ada di dunia ini pasti mempunyai arti untuk banyak orang. Oleh karena itu, jadilah diri sendiri dan cintai diri sendiri.

Buku ini diakhiri dengan pesan penulis untuk mengingatkan pembaca tentang hakikat kebahagian dan tujuan hidup manusia. Kita harus yakin bahwa tujuan hidup bukanlah sekadar mencari kebahagiaan kekal di dunia yang fana ini. Kita belajar bahwa segala sesuatu ada hikmahnya. Tidak semua harus terjawab di dunia ini. Kita harus belajar tentang balasan baik dari Allah tidak harus selalu sesuai dengan harapan kita. Kita harus yakin bahwa masih banyak stok kebahagiaan yang kekal, yang tersisa di akhirat bagi orang-orang yang benar dan mau bersabar. Allah menjanjikan kebahagiaan yang kekal kepada hamba yang mau berusaha agar dicintai-Nya, itulah sebenar-benarnya baik-baik saja.

Buku ini bisa dijadikan buku bacaan untuk semua kalangan baik di saat sedih maupun senang. Bahasanya yang ringan serta banyak motivasi dan nasihat baik yang bisa didapatkan dari membaca buku ini. Selain itu, terdapat nilai-nilai religius yang mampu disampaikan dengan baik, sehingga tidak terkesan menggurui. (ykib/rita).

Identitas buku

Judul Buku                  : Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja

Penulis Buku               : Alvi Syahrin

Penerbit                      : GagasMedia

Tahun Terbit               : 2021 (Cetakan Kelima)

Tebal Buku                  : viii+ 208 halaman

*Penulis resensi guru adalah guru Kampung Ilmu Cepu

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *